Revisi UU Hak Cipta Harus Disesuaikan Dengan Perkembangan Teknologi Digital

05-11-2024 / BADAN LEGISLASI
Wakil Ketua Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Sturman Panjaitan saat rapat pleno dengan pengusul RUU Revisi UU No 28 Tahun 2014 di Gedung Parlemen, Selasa (5/11/2024). Foto: Azka/vel

PARLEMENTARIA, Jakarta - Badan Legislasi (Baleg) DPR RI berupaya memperkuat pelindungan terhadap hak cipta di Indonesia. Hal ini sejalan dengan perkembangan teknologi digital yang semakin pesat dan kompleksitas tantangan yang dihadapi oleh para pencipta.


Wakil Ketua Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Sturman Panjaitan menyampaikan pentingnya revisi Undang-Undang (UU) Hak Cipta. Menurutnya, revisi tersebut bertujuan untuk mengadaptasikan kebijakan hukum hak cipta agar sesuai dengan perkembangan zaman dan memberikan pelindungan yang lebih maksimal bagi para pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait.


"Revisi UU hak cipta menjadi perhatian Baleg mudah-mudahan kita bisa respon dengan baik semoga UU hak cipta itu menjadi pas karena banyak yang tidak tercatat yang diakui oleh negara lain tetapi didalam negeri sendiri tidak," tutur Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini dalam rapat pleno dengan pengusul RUU Revisi UU No 28 Tahun 2014 di Gedung Parlemen, Selasa (5/11/2024).


Lebih lanjut Anggota Komisi X DPR RI Melly Goeslaw selaku pengusul Revisi UU hak cipta mengatakan, perkembangan teknologi digital telah membawa perubahan signifikan dalam lanskap hak cipta di Indonesia. UU hak cipta saat ini menghadapi berbagai tantangan baru yang memerlukan kajian mendalam dan pembaruan.


"UU hak cipta saat ini untuk royalti seni tari dan penulisan sebenarnya sudah diatur dalam konteks hak ekonomi pencipta, namun cakupannya kurang spesifik dibandingkan karya musik atau seni visual. Misalnya, Pasal 8-10 UU hak cipta ini mengakui bahwa semua pencipta termasuk koreografer dan penulis, memiliki hak ekonomi atas penggunaan karya mereka yang meliputi hak untuk menerima royalti dari pemanfaatan karya mereka. Namun, dalam praktiknya sistem royalti untuk seni tari dan penulisan tidak diatur sekomprehensif royalti musik atau film," ungkapnya.


Menurutnya, perlu dipertimbangkan aturan hukum alternatif yang lebih adaptif terhadap perkembangan teknologi, seperti penggunaan smart contracts dan blockchain untuk manajemen hak cipta. Sistem ini dapat memfasilitasi transaksi hak cipta yang lebih efisien dan tranparan di era digital.


"UU hak cipta perlu mempertimbangkan penggunaan teknologi untuk penegakan hukum yang lebih efektif di dunia digital, seperti sistem deteksi pelanggaran otomatis dan mekanisme sengketa online," imbuh Politisi Partai Gerindra ini. (tn/aha)

BERITA TERKAIT
Revisi UU Minerba, Demi Kemakmuran Rakyat dan Penambangan Berkelanjutan
25-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Badan Legislasi DPR RI, Edison Sitorus, menyampaikan pandangannya mengenai revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU...
RUU Minerba sebagai Revolusi Ekonomi untuk Masyarakat Bawah
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Aqib Ardiansyah menilai filosofi dasar dari penyusunan RUU tentang Perubahan Keempat...
RUU Minerba: Legislator Minta Pandangan PGI dan Ormas soal Keadilan Ekologi
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Muhammad Kholid mengapresiasi masukan yang disampaikan Persatuan Gereja Indonesia (PGI) terkait...
RUU Minerba Jadi Perdebatan, Baleg Tegaskan Pentingnya Mitigasi Risiko
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Deputi Eksternal Eksekutif Nasional WALHI, Mukri Friatna, menyatakan penolakan terhadap wacana perguruan tinggi diberikan hak mengelola tambang...